JUMAT, 31 MEI 2024 | KELENDER GEREJAWI : AKHIR BULAN MEI 2024
PEMBACAAN ALKITAB : TITUS 2:11-15
TEMA : PEMIMPIN ROHANI YANG BENAR
LATAR BELAKANG
Surat Titus adalah surat pastoral (surat penggembalaan), yang ditulis oleh Rasul Paulus yang secara pribadi kepada Titus. Titus seorang Yunani adalah hasil pelayanan rohani Rasul Paulus. Rasul Paulus perlu menulis surat pribadi kepada Titus dalam hubungan persiapan Titus menjadi Gembala di Pulau Kreta. “Aku telah meninggalkan engkau di Kreta dengan maksud ini, supaya engkau mengatur apa yang masih perlu diatur dan supaya engkau menetapkan penatua-penatua di setiap kota, seperti yang telah kupesankan kepadamu (Tit. 1:5). (Lihat Peta Perjalanan Misi ke-3).
Rasul Paulus mengingatkan Titus sungguh-sungguh, tugas dan tanggung jawabnya sebagai gembala jemaat (penilik jemaat) agar mengawasi keadaan rohani orang-orang percaya di pulau Kreta. Ketika Rasul Paulus mengingatkan Titus, tidak ada kesan main-main atau nasehat sekedarnya. Peringatan ini adalah perintah dan
harus diupayakan dengan sungguh-sungguh (Tit.2:15). Peringatan Paulus kepada Titus menjadi prinsip yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin rohani yang benar.
4 PRINSIP PEMIMPIN ROHANI YANG BENAR :
- Pemimpin Rohani harus mengalami Kasih Karunia Allah (2:11) Mengalami Kasih Karunia Allah tidak sama dengan “sudah menjadi Kristen”. Mengalami Kasih Karunia adalah saat seseorang mengalami pemulihan secara rohani (Ciptaan Baru – 2 Kor.5:17; Ef.2:1-5). Satu peristiwa terpenting dalam hidup seseorang, terjadi saat dia menerima Tuhan Yesus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat dalam hatinya. dan mempunyai keputusan hidup dalam kebenaran.Kasih Karunia Allah yang dia terima inilah, yang diyakini membawa Kehidupan Kekal baginya (Yoh.3:16). Seorang pemimpin rohani harus mengalami Kasih Karunia Allah ini. Pemimpin Rohani yang belum menerima Kasih Karunia Allah ibarat “Tim SAR yang kehilangan jalan pulang”.
- Pemimpin Rohani harus hidup dalam pertobatan setiap hari (2:12) (“…la mendidik…supaya meninggalkan kefasikan dan keinginan duniawi…”) kata la yang dimaksud ialah Tuhan. Kata mendidik (= Yun : Paideuo→ memerintahkan, mendidik, mengajar). Dengan kata lain. Tuhan memerintahkan, mendidik, mengajar setiap orang yang sudah mengalami Kasih Karunia Allah, supaya hidup dalam pertobatan (“…meninggalkan kefasikan dan keinginan duniawi…”).
Dalam Perjanjian Lama (= Ibrani) ada dua istilah yang dipakai untuk kata “tobat”, yaitu: nakhas→ menyesal (Ayub 42:5-6) dan syub → kembali/berbalik (2 Taw.7:14) Perjanjian Baru (= Yunani) digunakan istilah metanoia → prihatin terhadap… menyesal, berbalik (Mat.21:28-32). Pertobatan tidak boleh diartikan hanya berhenti berbuat dosa/kesalahan. Pertobatan adalah kesadaran akan dosa/kesalahan (menyesal), keputusan hati untuk berubah (berhenti berbuat dosa) dan keputusan memulai hidup benar. (“…hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini…”) Jadi pertobatan adalah proses yang melibatkan pikiran, hati yang harus terbukti nyata dalam perkataan dan tindakan/perbuatan seseorang, tanpa kecuali.
Seorang pemimpin rohani yang tidak bisa menyuarakan pertobatan (menegur dosa/kesalahan), harus mewaspadai dirinya sendiri. Dia belum sungguh-sungguh mengalami pertobatan. Dia sedang mengikatkan dirinya dengan dosa atau belum menyelesaikan dosanya sendiri (1 Yoh.1:8-9). Seorang pemimpin rohani harus mengalami pertobatan terlebih dahulu secara pribadi setiap hari, sebelum menyuarakan pertobatan bagi orang lain atau jemaatnya. Hati-hati denga pemimpin rohani yang merasa steril/kebal terhadap dosa. Merasa dosa yang dibuatnya tidak perlu diakui/tidak perlu bertobat (sementara orang lain atau jemaatnya harus mengakui dosa/harus bertobat). Tuhan Yesus mengatakan hal serupa dalam kitab Injil : “Bagaimana engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu.” (Mat.7:4). Tuhan Yesus menyebut orang seperti ini adalah orang munafik (Mat.7:5).