
Perjuangan yang dihadapi Papua mencerminkan isu yang lebih luas di kawasan Asia-Pasifik. Para peserta lokakarya menyoroti berbagai tantangan regional, termasuk: Peristiwa cuaca ekstrem seperti banjir, topan, dan kekeringan yang menyebabkan pengungsian dan mengancam ketahanan pangan; Deforestasi dan ekstraksi sumber daya yang merusak ekosistem dan menggusur komunitas adat; Kenaikan permukaan laut yang mengancam negara-negara pesisir dan kepulauan, terutama di Asia Tenggara dan Pasifik.
Corry Onim dari KPKC Sinode GKI Di Tanah Papua Sub. Bidang Lingkungan Hidup menyampaikan bahwa tema sentral GKITP tahun 2025, yaitu “Kesehatan,” memiliki korelasi yang kuat dengan tema keadilan iklim dalam lokakarya pemuda Asia Pasifik ini. Menurutnya, “Kesehatian manusia dan kesehatan lingkungan adalah dua sisi mata uang yang sama. Lingkungan yang rusak akan berdampak langsung pada kesehatan fisik dan mental masyarakat, terutama kelompok rentan. Oleh karena itu, perjuangan untuk keadilan iklim adalah juga perjuangan untuk kesehatan dan kesejahteraan seluruh ciptaan.” Ujar Corry.
Para pembicara dalam lokakarya ini menekankan keterkaitan erat antara isu-isu lingkungan dan hak asasi manusia. Perpindahan penduduk akibat bencana iklim, hilangnya mata pencaharian, rasisme lingkungan, dan semakin lebarnya ketidaksetaraan sosial menjadi perhatian utama. Komunitas rentan, yang seringkali memberikan kontribusi paling kecil terhadap perubahan iklim, justru menanggung dampak terberatnya.
Senada dengan itu, Maria Komboy sebagai salah satu peserta perwakilan GKI Di Tanah Papua menyampaikan pesan kuat tentang pentingnya mengubah perspektif terhadap lingkungan. Ia menekankan bahwa alam bukanlah sekadar sumber daya untuk dimanfaatkan, melainkan entitas yang memiliki nilai intrinsik dan saling terhubung dengan kehidupan manusia. “Kita sebagai manusia jangan menganggap lingkungan sebagai objek yang hanya dimanfaatkan saja. Kita adalah bagian dari lingkungan, dan kerusakan lingkungan akan berdampak langsung pada kehidupan kita. Mari kita jaga dan pelihara bumi ini sebagai rumah bersama,” tegasnya.
Seluruh pembicara sepakat bahwa gereja-gereja memiliki peran krusial dalam menyuarakan keprihatinan dan memberikan perhatian serius terhadap situasi genting ini. Mereka menyerukan persatuan dan solidaritas untuk menjaga lingkungan, mengambil tindakan nyata demi keadilan iklim, serta berdiri teguh memperjuangkan hak asasi manusia.
“Semoga Tuhan memberkati pekerjaan baik ini,” demikian harapan yang disampaikan di akhir siaran pers acara tersebut.